Puasa di bulan Syawal adalah puasa yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh orang Islam setelah selesai melakukan puasa selama 30 hari.
Kesunnahan puasa sunnah Syawal ini didasarkan pada riwayat populer dari Rasulullah SAW:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ
Artinya: “Siapa saja yang berpuasa di bulan Ramadan kemudian menyusulnya dengan puasa enam hari dari bulan Syawal, maka seperti puasa setahun penuh,” (HR Muslim).
Bagaimana jika kita sedang berpuasa namun ditawari makanan oleh teman atau saudara saat bersilaturrahmi? Dalam kondisi seperti ini, menarik sekali pilihan sikap yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu ketika ada sebagian sahabat yang bersikukuh puasa sunnah di tengah jamuan makanan ia bersabda:
يَتَكَلَّفُ لَكَ أَخُوكَ الْمُسْلِمُ وَتَقُولُ إنِّي صَائِمٌ، أَفْطِرْ ثُمَّ اقْضِ يَوْمًا مَكَانَهُ
Artinya: “Saudara Muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kamu berkata, ‘Saya sedang berpuasa?’ Batalkanlah puasamu dan qadha’lah pada hari lain sebagai gantinya.” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).
Hadits di atas memberi penegasan yang jelas bahwa jika dalam keadaan berpuasa Sunnah dan ditawari makanan maka hendaknya memakannya dan ia mengganti puasa sunah pada hari yang lainnya.
Dalam konteks ini Ibnu ‘Abbas RA juga mengatakan:
مِنْ أَفْضَلِ الْحَسَنَاتِ إِكْرَامُ الْجُلَسَاءِ بِالْإِفْطَارِ
Artinya: “Di antara kebaikan yang paling utama adalah memuliakan teman semajelis dengan membatalkan puasa (sunnah),” (Lihat Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 14).
Melalui penjelasan di atas jelas bahwa saat sedang berpuasa sunah dan kemudian ditawari makanan saat bersilaturahmi maka hendaknya mengutamakan menghormati tamu terlebih dahulu. Wallahu A'lam.